Selasa, 14 Desember 2010

TRANSPLANTASI ORGAN DAN JARINGAN TUBUH

I.DEFINISI

Transplantasi organ dan jaringan tubuh manusia merupakan tindakan medik yang sangat bermanfaat bagi pasien dengan ganguan fungsi organ tubuh yang berat.
Ini adalah terapi pengganti (alternatif) yang merupakan upaya terbaik untuk menolong pasie dengan kegagalan organnya,karena hasilnya lebih memuaskan dibandingkan dan hingga dewasa ini terus berkembang dalam dunia kedokteran,namun tindakan medik ini tidak dapat dilakukan begitu saja,karena masih harus dipertimbangkan dari segi non medik,yaitu dari segi agama,hokum,budaya,etika dan moral.kendala lain yang dihadapi Indonesia dewasa ini dalam menetapkan terapi transplatasi,adalah terbatasnya jumlah donor keluarga (Living Related Donor,LRD)dan donasi organ jenazah.karena itu diperlukan kerjasama yang saling mendukung antara para pakar terkait(hulum,kedokteran,sosiologi,pemuka agama,pemuka masyarakat),pemerintah dan swata.
II.JENIS-JENIS TRANSPLANTASI

Kini telah dikenal beberapa jenis transplantasi atau pencangkokan ,baik berupa cel,jaringan maupun organ tubuh yaitu sebagai berikut:

1.TRANSPLANTASI AUTOLOGUS
Yaitu perpindahan dari satu tempat ketempat lain dalam tubuh itu sendiri,yang dikumpulkan sebelum pemberian kemoterapi,

2.TRANSPLANTASI ALOGENIK
Yaitu perpindahan dari satu tubuh ketubuh lain yang sama spesiesnya,baik dengan hubungan keluarga atau tanpa hubungan keluarga,

3.TRANSPLANTASI SINGENIK
Yaitu perpindahan dari satu tubuh ketubuh lain yang identik,misalnya pada gambar identik,

4.TRANSPLANTASI XENOGRAFT
Yaitu perpindahan dari satu tubuh ketubuh lain yang tidak sama spesiesnya.


Organ atau jaringan tubuh yang akan dipindahkan dapat diambil dari donor yang hidup atau dari jenazah orang yang baru meninggal dimana meninggal sendiri didefinisikan kematian batang otak,
- Organ-organ yang diambil dari donor hidup seperti : kulit ginjal sumsum tulang dan darah (transfusi darah).
-Organ-organ yang diambil dari jenazah adalah jantung,hati,ginjal,kornea,pancreas,paru-paru dan sel otak.
Dalam 2 dasawarsa terakhir telah dikembangkan tehnik transplantasi seperti transplantasi arteria mamaria interna dalam operasi lintas koroner oleh George E. Green. dan Parkinson


A.SEL INDUK

Berasal dari bahasa inggris (stem cell) merupakan sel yang belum berdeferensiasi dan mempunyai potensi untuk dapat berdeferensiasi menjadi jenis sel lain.kemampuan tersebut memungkinkan sel induk mrnjadi sistem perbaikan tubuh dengan menyediakan sel-sel baruselama organisne bersangkutan hidup.
Peneliti medis meyakini bahwa penelitian sel induk berpotensi untuk mengubah keadan penyakit manusia deangan cara digunakan perbaikan jaringan atau organ tubuh tertentu,hal ii tampaknya belum benar-benar diwujudkan dewasa ini.
Penelitian sel induk dapat dikatakan dimulai pada tahun 1960_an setelah dilakukannya penelitian oleh ilmuan kanada,Ernest A.McCulloch dan James E.Till.

B.MACAM-MACAM SEL INDUK

Berdasarkan potensi :
• Sel induk ber-totipotensi (toti=total)
• Sel induk ber-multipotensi
• Sel induk ber-unipotensi (uni-tunggal)

Berdasarkan asalnya :
 Sel induk embrio (embrio stem cell)
 Sel induk dewasa (adult stem cell)

Menurut sumbernya transplantasi sel induk dapat dibagi menjadi :

Transplantasi sel induk dari sumsum tulang (bone marrow transplantation)
Sumsun tulang adalah jaringan spond yang terdapat dalam tulang-tulang besar seperti tulang pinggang,tulang dada,tulang punggung dan tulang rusuk.
Sumsum tulang merupakan sumber yang kaya akan sel induk hematopoetik.

Transplantasi sel induk darah tepi (peripheral blood stem cell transplantation)
Peredaran tepi merupakan sumber sel induk walaupun jumlah sel induk yang terkandung tidak sebanyak pd sumsum tulang.untuk jumlah sel induk mencukupi suatu transplantasi.biasanya pada donor diberikan granulocyte-colony stimulating factor (G-CSF). Transplantasi dilakukan dengan proses yang disebut Aferesis.

Transplantasi sel induk darah tali pusat
Darah tali pusat mengandung sejulah sel induk yang bermakna dan memiliki keunggulan diatas transplantasi sel induk dari sumsum tulangatau dari darah tepi bagi pasien-pasien tertentu.Transplantasi sel induk dari darah tali pusat telah mengubah bahan sisa dari proses kelahiran menjadi sebuah sumber yang dapat menyelamatkan jiwa.


III.ASPEK HUKUM TRANSPLANTASI

Dari segi hukum ,transplantasi organ,jaringan dan sel tubuh dipandang sebagai suatu hal yang mulia dalam upaya menyehatkan dan mensejahterakan manusia,walaupun ini adalah suatu perbuatan yang melawan hukum pdana yaitu tindak pidana penganiayaan.tetapi mendapat pengecualian hukuman,maka perbuatan tersebut tidak lagi diancam pidana,dan dapat dibenarkan.

Dalam PP No.18 tahun 1981 tentana bedah mayat klinis, beda mayat anatomis dan transplantasi alat serta jaringan tubuh manusia tercantum pasal tentang transplantasi sebagai berikut:

Pasal 1.
c. Alat tubuh manusia adalah kumpulan jaringan-jaringa tubuh yang dibentuk oleh beberapa jenis sel dan mempunyai bentuk serta faal (fungsi) tertentu untuk tubuh tersebut.

d. Jaringan adalah kumpulan sel-sel yang mmempunyai bentuk dan faal (fungsi)yang sama dan tertentu.

e. Transplantasi adalah rangkaian tindakan kedokteran untuk pemindahan dan atau jaringan tubuh manusia yang berasal dari tubuh orang lain dalam rangka pengobatan untuk menggantikan alat dan atau jaringan tubuh ynag tidak berfungsi dengan baik.
f. Donor adalah orang yang menyumbangkan alat atau jaringan tubuhnya kepada orang lain untuk keperluan kesehatan.

g. Meninggal dunia adalah keadaan insani yang diyakini oleh ahli kedokteran yang berwenang bahwa fungsi otak,pernafasan,dan atau denyut jantung seseorang telah berhenti.

Ayat g mengenai definisi meninggal dunia kurang jelas,maka IDI dalam seminar nasionalnya mencetuskan fatwa tentang masalah mati yaitu bahwa seseorang dikatakan mati bila fungsi spontan pernafasan da jantung telah berhenti secara pasti atau irreversible,atau terbukti telah terjadi kematian batang otak.

Pasal 10.
Transplantasi organ dan jaringan tubuh manusia dilaukan dengan memperhatikan ketentuan yaitu persetujuan harus tertulis penderita atau keluarga terdekat setelah penderita meninggal dunia.

Pasal 11
1.Transplantasi organ dan jaringan tubuh hanya boleh dilakukan oleh dokter yang ditunjukolehmentri kesehatan.
2.Transplantasi alat dan jaringan tubuh manusia tidak boleh dilakukan oleh dokter yang merawat atau mengobati donor yang bersangkutan


Pasal 12
Penentuan saat mati ditentukan oleh 2 orang dokter yang tudak ada sangkut paut medik dengan dokter yang melakukan transplantasi.

Pasal 13
Persetujuan tertulis sebagaimana dimaksudkan yaitu dibuat diatas kertas materai dengan 2(dua) orang saksi.

Pasal 14
Pengambilan alat atau jaringan tubuh manusia untuk keperluan transplantasi atau bank mata dari korban kecelakaan yang meninggal dunia,dilakukan dengan persetujuan tertulis dengan keluarga terdekat.

Pasal 15
1.Senbelum persetujuan tentang transplantasi alat dan jaringan tubuh manusia diberikan oleh donor hidup,calon donor yang bersangkutan terlebih dahulu diberitahu oleh dokter yang merawatnya,termasuk dokter konsultan mengenai operasi,akibat-akibatya,dan kemungkinan-kemungkinan yang terjadi.
2.Dokter sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus yakin benar ,bahwa calon donor yang bersangkutan telah meyadari sepenuhnya arti dari pemberitahuan tersebut.

Pasal 16
Donor atau keluarga donor yang meninggal dunia tidak berhak dalam kompensasi material apapun sebagai imbalan transplantasi.

Pasal 17
Dilarang memperjual belikan alat atau jaringan tubuh manusia.

Pasal 18
Dilarang mengirim dan menerima alat dan jaringan tubuh manusia dan semua bentuk ke dan dari luar negeri.

Selanjutnya dalam UU No.23 tahun 1992 tentang kesehatan dicantumkan beberapa oasal tentang transplantasi sebagai berikut:
Pasal 33.
1.Dalam penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan dapat dilakukan transplantasi organ dan jaringan tubuh,transfuse darah ,imflan obat dan alat kesehatan,serta bedah plastic dan rekontruksi.
2.Transplantasi organ dan jaringan serta transfuse darah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan hanya untuk tujuan kemanusiaan kemanusiaan yang dilarang untuk tujjuan komersial.

Pasal 34
1.Transplantasi organ dan jaringan tubuh hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu dan dilakukan disaran kesehatan tertentu.
2.Pengambilan organ dan jaringan tubuh dari seorang donor harus memperhatikan kesehatan donor yang bersangkutan dan ada persetujuan ahli waris atau keluarganya.
3.Ketentuan mengenai syarat dan tata cara penyelenggaraan transplantasi sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan peraturan pemerintah.

IV.ASPEK ETIK TRANSPLANTASI
Transplantasi merupakan upaya terakhir untuk menolong seorang pasien dengan kegagalan fungsi salah satu organ tubuhnya.dari segi etik kedokteran tindakan ini wajib dilakukan jika ada indikasi,berlandaskan dalam KODEKI,yaitu:
Pasal 2.
Seorang dokter harus senantiasa melakukan profesinya menurut ukuran tertinggi.
Pasal 10.
Setiap dokter harus senantiasa mengingat dan kewajibannya melindungi hidup insani.

Pasal 11.
Setiap dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan segala ilmu dan keterampilannya untuk kepentingan penderita.

Pasal-pasal tentang transplantasi dalam PP No. 18 tahun 1981,pada hakekatnya telah mencakup aspek etik,mengenai larangan memperjual belikan alat atu jaringan tubuh untuk tujuan transplantasi atau meminta kompensasi material.
Yang perlu diperhatikan dalam tindakan transplantasi adalah penentuan saat mati seseorang akan diambil organnya,yang dilakukan oleh (2) orang doteryang tidak ada sangkt paut medik dengan dokter yang melakukan transplantasi,ini erat kaitannya dengan keberhasilan transplantasi,karena bertambah segar organ tersebut bertambah baik hasilnya.tetapi jangan sampai terjadi penyimpangan karena pasien yang akan diambil organnya harus benar-benar meninggal dan penentuan saat meninggal dilakukan dengan pemeriksaan elektroensefalografi dan dinyatakan meninggal jika terdapat kematian batang otak dan sudah pasti tidak terjadi pernafasan dan denyut jantung secara spontan.pemeriksaan dilakukan oleh para dokter lain bukan dokter transplantasi agar hasilnya lebih objektif
.
Hukum Transplantasi Organ Tubuh
29-12-2008 / 07:12:31
Ustadz, bagaimana hukum transplantasi organ tubuh? Bagaimana pula hukum menjadi donor atau menyumbangkannya ?



Kita perlu bicarakan dulu pengertian transplantasi. Transplantasi adalah pemindahan organ tubuh dari orang sehat atau mayat yang organ tubuhnya mempunyai daya hidup dan sehat kepada tubuh orang lain yang memiliki organ tubuh yang tidak berfungsi lagi sehingga resipien (penerima organ tubuh) dapat bertahan hidup secara sehat.

Islam memerintahkan agar setiap penyakit diobati. Membiarkan penyakit bersarang dalam tubuh dapat berakibat fatal, yaitu kematian. Membiarkan diri terjerumus pada kematian adalah perbuatan terlarang,

وَلاَتَـقْـتُـلُوْا اَنْـفُسَهُمْ إِنَّ اللهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيْمًا ( النسآء : 29 )

"... dan janganlah kamu membunuh dirimu ! Sesungguhnya Allah Maha Penyayang kepadamu." (QS. An-Nisa 4: 29)

Maksudnya, apabila sakit, berobatlah secara optimal sesuai dengan kemampuan karena setiap penyakit sudah ditentukan obatnya. Dalam sebuah riwayat diceritakan bahwa seorang Arab Badui mendatangi Rasulullah saw. seraya bertanya, Apakah kita harus berobat? Rasulullah menjawab, “Ya hamba Allah, berobatlah kamu, sesungguhnya Allah tidak menurunkan penyakit melainkan juga (menentukan) obatnya, kecuali untuk satu penyakit.” Para shahabat bertanya, “Penyakit apa itu ya Rasulullah?” Beliau menjawab, “Penyakit tua.” (HR. Abu Daud, Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Ahmad)

Nah, transplantasi termasuk salah satu jenis pengobatan. Dalam kaidah metode pengambilan hukum disebutkan Al-Ashlu fil mu’amalati al-ibaahah illa ma dalla daliilun ‘ala nahyi. (Pada prinsipnya, urusan muamalah (duniawi) itu diperbolehkan kecuali kalau ada dalil yang melarangnya). Maksudnya, urusan duniawi silakan dilakukan selama tidak ada dalil baik Al Quran ataupun hadits yang melarangnya.

Transplantasi bisa dikategorikan urusan muamal (duniawi). Kalau kita amati, tidak ada dalil baik dari Al Qur’an ataupun hadits yang melarangnya. Jadi trasplantasi itu urusan duniawi yang diperbolehkan. Persoalannnya, bagaimana hukum mendonorkan organ tubuh untuk ditransplantasi? Islam memerintahkan untuk saling menolong dalam kebaikan dan mengharamkannya dalam dosa dan pelanggaran.

تَعَـاوَ نُـوْا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلاَتَعَاوَنُوْا عَلَى اْلإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ ( المـائـدة : 2 )

"Dan tolong menolonglah kamu dalam berbuat kebajikan dan taqwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran." (QS. Al-Maidah 5 :2)

Menolong orang lain adalah perbuatan mulia. Namun tetap harus memperhatikan kondisi pribadi. Artinya, tidak dibenarkan menolong orang lain yang berakibat membinasakan diri sendiri, sebagaimana firman-Nya,

وَلاَ تُـلْـقُوْا بِأَيْدِيْكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ ( البقرة : 195 )
“…dan janganlah kamu menjerumuskan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan.” (QS. Al-Baqarah 2: 195)

Jadi, jika menurut perhitungan medis menyumbangkan organ tubuh itu tidak membahayakan pendonor atau penyumbang, hukumnya boleh, bahkan dikategorikan ibadah kalau dilakukan secara ikhlas. Namun, bila mencelakakannya, hukumnya haram. Lalu, bagaimana dengan pemanfaatan organ tubuh manusia yang sudah meninggal? Ada dua pendapat tentang masalah ini.

Pendapat pertama mengatakan, haram memanfaatkan organ tubuh manusia yang sudah meninggal, karena sosok mayat manusia harus dihormati sebagaimana ia dihormati semasa hidupnya. Landasannya, sabda Rasulullah saw., “Memotong tulang mayat sama dengan memotong tulang manusia ketika masih hidup.” (HR. Abu Daud)

Pendapat kedua menyatakan, memanfaatkan organ tubuh manusia sebagai pengobatan dibolehkan dalam keadaan darurat. Alasannya, hadits riwayat Abu Daud yang melarang memotong tulang mayat tersebut berlaku jika dilakukan semena-mena tanpa manfaat. Apabila dilakukan untuk pengobatan, pemanfaatan organ mayat tidak dilarang karena hadits yang memerintahkan seseorang untuk mengobati penyakitnya lebih banyak dan lebih meyakinkan daripada hadits Abu Daud tersebut.

Akan tetapi pemanfaatannya harus mendapat izin dari orang tersebut (sebelum ia wafat) atau dari ahli warisnya (setelah ia wafat). Tanpa mengurangi rasa hormat kepada pendapat pertama, menurut hemat saya, pendapat kedua lebih logis untuk diterima. Karena itu wajar kalau sebagian besar ulama madzhab Hanafi, Syafi’i, Maliki, Hanbali, dan ulama Zaidiyyah membolehkannya. Kesimpulannya, transplantasi merupakan cara pengobatan yang diperbolehkan Islam.

Menjadi pendonor hukumnya mubah (boleh) bahkan bernilai ibadah kalau dilakukan dengan ikhlas asal tidak membinasakan pendonor dan menjadi haram bila membinasakannya. Orang meninggal boleh dimanfaatkan organnya untuk pengobatan dengan catatan sebelum wafat orang tersebut mengizinkannya. Wallahu A’lam.
[nasyrah] Hukum Syara’ Transplantasi Organ Tubuh
By osolihin

i

5 Nilai
Quantcast
Jajaran penerangan maupun media massa di Mesir saat ini tengah memperbincangkan masalah transplantasi organ; hal tersebut dilakukan sebagai pengantar untuk sosialisasi undang-undang khusus yang mengatur transpalantasi ini; baik yang didapatkan dari donor yang masih hidup maupun yang sudah mati. Tentu, sesuai dengan wasiat si mati atau dengan persetujuan ahli warisnya. Aparatur negara maupun institusinya mengatur masalah ini berdasarkan asas manfa’at dan maslahat. Pemerintah mencoba mempengaruhi perasaan masyarakat, serta menyentuh emosi mereka terhadap masalah ini, dengan menekankan bahwa perkara ini adalah perkara kemanusiaan. Untuk mengokohkan upayanya, mereka menelikung Islam serta hukum syara’ untuk meloloskan undang-undang tersebut: undang-undang yang mengatur aktifitas transplantasi anggota tubuh manusia. Maka, merupakan keharusan adanya penjelasan hukum syara’ terhadap masalah ini, Akan tetapi sebelum melangkah lebih jauh dalam perkara tersebut, adalah merupakan keharusan pula bahwa setiap pembahasan masalah yang didasarkan pada asas Islam, harus tunduk pada sudut pandang Islam. Artinya menurut Islam hendaknya manusia melaksanakan seluruh aktifitasnya di dalam kehidupan sejalan dengan perintah-perintah Allah maupun larangan-larangan-Nya. Bahwa standar Islam adalah halal dan haram saja dan tidak ada yang lain. Sedangkan yang dimaksud halal itu adalah apa yang dihalalkan Allah, dan haram adalah apa yang diharamkan oleh Allah. Hukum halal dan haram tersebut diperoleh dari nash-nash syara’ yang diambil dari al-Kitab dan as-Sunnah, dan hal-hal yang ditunjuk oleh keduanya: (yaitu) ijma’ sahabat dan qiyas. Selanjutnya, yang halal diambil dan yang haram ditinggalkan. Sikap tersebut diambil tanpa memperhatikan lagi maslahat, atau mafsadat, juga tanpa memperhatikan lagi manfaat yang didapatkan maupun madzarat yang mungkin menimpa. Sungguh, pandangan Islam terhadap suatu masalah adalah pandangan pada manusia yang menghendaki hukum Allah–atau dengan kata lain sesuai dengan kehendak Allah-terhadap masalah tersebut. Juga dengan adanya pemahaman bahwa cita-cita kemanusiaan, sosial, ekonomi pasti akan terealisir, terlepas apakah hal tersebut diketahui maupun tidak. Allah Swt berfirman: Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta”. (TQS Thaha [20]: 124) Namun, apabila pandangan terhadap suatu masalah didominasi oleh sudut pandang yang bersifat manusiawi, sosial maupun ekonomi, maka berarti pemberlakuan hukum didasarkan pada akal, atau paling tidak hukum yang ditetapkan sesuai dengan visi akal. Sedangkan dalam Islam, yang dimaksud dengan membangun Islam berdasarkan akal adalah bahwa akidah Islam dibangun berdasarkan akal; ketika dalam proses memahami keberadaan Maha Pencipta yang Maha Pengatur. Juga dalam memahami bahwa al-Quran adalah datang dari sisi Allah Swt, dan bahwa Muhamad saw adalah Rasul Allah yang benar dan hak. Demikian pula yang dimaksud oleh Islam bahwa aktifitas akal manusia adalah untuk memahami nash-nash dari dalil-dalil yang bersifat syar’i. Bukan untuk membuat syariat maupun hukum. Adapun keterbatasan akal untuk menjangkau hal-hal yang bermanfaat bagi manusia adalah hal yang tidak lagi perlu dijelaskan. Bukankah adanya perbedaan sikap manusia terhadap satu kemaslahatan pada satu tempat (tertentu) apabila dibandingkan dengan (tempat) yang lain, atau dari satu masa dengan masa yang lain menunjukkan hal itu?. Oleh karena itu benarlah pernyataan “dimana ada (pemberlakukan) syara’ disitu pasti ada maslahat”. Berdasarkan ini pula, para ulama kaum Muslim meletakkan kaedah-kaedah usul dalam mengistimbathkan hukum syara’ yang didasarkan pada tahqiq al-manath. Sedangkan yang dimaksud dengan tahqih al-manath tidak lain adalah pengkajian terhadap realita masalah, maupun kajian terhadap nash-nash syara’ yang berkaitan dengan perkara tadi. Selanjutnya dilakukan aktifitas istimbath hukum syara’ untuk memberikan solusi terhadap masalah tersebut. Adapun arahan terhadap sudut pandang maupun terpengaruhnya perasaan yang dilandaskan pada manfaat maupun maslahat, hal itu bukanlah bertahkim pada syariat Allah, tetapi bertahkim pada akal. Berdasarkan asumsi inilah pembahasan hukum transplantasi organ dilakukan sebagaimana berikut ini: Transplantasi organ ketika masih hidup, Yang dimaksud disini adalah donor anggota tubuh bagi siapa saja yang memerlukan pada saat si donor masih hidup. Donor semacam ini hukumnya boleh. Karena Allah Swt memperbolehkan memberikan pengampunan terhadap qisash maupun diyat. Allah Swt berfirman: Maka barangsiapa yang mendapat suatu pema`afan dari saudaranya, hendaklah (yang mema`afkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi ma`af) membayar (diat) kepada yang memberi ma`af dengan cara yang baik (pula). Yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, maka baginya siksa yang sangat pedih. (TQS al-Baqarah [2]: 178) Namun, donor seperti ini dibolehkan dengan syarat. Yaitu, donor tersebut tidak mengakibatkan kematian si pendonor. Misalnya, dia mendonorkan jantung, limpha atau paru-parunya. Hal ini akan mengakibatkan kematian pada diri si pendonor. Padahal manusia tidak boleh membunuh dirinya, atau membiarkan orang lain membunuh dirinya; meski dengan kerelaannya. Allah Swt berfirman: Dan janganlah kamu membunuh dirimu. (TQS an-Nisa [4]: 29). Selanjutnya Allah Swt berfirman: Dan janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang nampak di antaranya maupun yang tersembunyi, dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar. (QS al-An’am [6]: 151) Sebagaimana tidak bolehnya manusia mendonorkan anggota tubuhnya yang dapat mengakibatkan terjadinya pencampur-adukan nasab atau keturunan. Misalnya, donor testis bagi pria atau donor indung telur bagi perempuan. Sungguh Islam telah melarang untuk menisbahkan dirinya pada selain bapak maupun ibunya. Allah Swt berfirman: Ibu-ibu mereka tidak lain hanyalah wanita yang melahirkan mereka. (TQS al-Mujadilah [58]: 2) Selanjutnya Rasulullah saw bersabda: “Barang siapa yang menasabkan dirinya pada selain bapaknya, atau mengurus sesuatu yang bukan urusannya maka atas orang tersebut adalah laknat Allah, Malaikat dan seluruh manusia”. Sebagaiman sabda Nabi saw: “Barang siapa yang dipanggil dengan (nama) selain bapaknya maka surga haram atasnya” Begitu pula dinyatakan oleh beliau saw: “Wanita manapun yang telah mamasukkan nasabnya pada suatu kaum padahal bukan bagian dari kaum tersebut maka dia terputus dari Allah, dia tidak akan masuk surga; dan laki-laki manapun yang menolak anaknya padahal dia mengetahui (bahwa anak tersebut anaknya) maka Allah menghijab Diri-Nya dari laki-laki tersebut, dan Allah akan menelanjangi (aibnya) dihadapan orang-orang yang terdahulu maupun yang kemudian”. Adapun donor kedua testis maupun kedua indung telur, hal tersebut akan mengakibatkan kemandulan; tentu hal ini bertentangan dengan perintah Islam untuk memelihara keturunan. Transplantasi Organ yang dilakukan setelah mati Adapun transplantasi setelah berakhirnya kehidupan; hukumnya berbeda dengan donor ketika (si pendonor) masih hidup. Dengan asumsi bahwa disini diperlukan adanya penjelasan tentang hukum pemilikan terhadap tubuh manusia setelah dia mati. Merupakan suatu hal yang tidak diragukan lagi bahwa setelah kematiannya, manusia telah keluar dari kepemilikan serta kekuasaannya terhadap semua hal; baik harta, tubuh, maupun istrinya. Dengan demikian, dia tidak lagi memiliki hak terhadap tubuhnya. Maka ketika dia memberikan wasiat untuk mendonorkan sebagian anggota tubuhnya, berarti dia telah mengatur sesuatu yang bukan haknya. Jadi dia tidak lagi diperbolehkan untuk mendonorkan tubuhnya. Dengan sendirinya wasiatnya dalam hal itu juga tidak sah. Memang dibolehkan untuk memberikan sebagian hartanya, walaupunl harta tersebut akan keluar dari kepemilikannya ketika hidupnya berakhir. Tetapi itu disebabkan karena syara’ memberikan izin pada manusia tentang perkara tersebut. Dan itu merupakan izin khusus pada harta, tentu tidak dapat diberlakukan terhadap yang lain. Dengan demikian manusia tidak diperbolehkan memberikan wasiat dengan mendonorkan sebagian anggota tubuhnya setelah dia mati. Adapun bagi ahli waris; sesungguhnya syara’ mewariskan pada mereka harta yang diwariskan (oleh si mati). Namun syara’ tidak mewariskan jasadnya kepada mereka, sehingga mereka tidak berhak untuk mendonorkan apapun dari si mati. Kalau terhadap ahli waris saja demikian, apalagi dokter atau penguasa, mereka sama sekali tidak berhak untuk mentransplantasikan organ orang setelah mati pada orang lain yang membutuhkan. Terlebih lagi terdapat keharusan untuk menjaga kehormatan si mati serta adanya larangan untuk menyakitinya sebagaimana larangan pada orang yang hidup. Rasulullah saw bersabda: “Mematahkan tulang orang yang telah mati sama hukumnya dengan memotong tulangnya ketika ia masih hidup”. Dengan demikian Rasulullah saw melarang untuk merampas dan menyakiti (si mati). Memang benar bahwa melampaui batas terhadap orang mati dengan melukai atau memotong atau bahkan memecahkan (tulang) tidak ada jaminan (diyat) sebagaimana ketika dia masih hidup. Akan tetapi jelas bahwa melampaui batas terhadap jasad si mati atau menyakitinya dengan cara mengambil anggota tubuhnya adalah haram; dan haramnya bersifat pasti (qath’i). Mengenai keadaan darurat yang telah dijadikan alasan oleh aparat negara, jajaran humas serta muftinya-yang membolehkan transplantasi; hal tersebut membutuhkan kajian tentang keadaan darurat serta penerapannya pada masalah transplantasi organ. Sesungguhnya Allah Swt telah membolehkan orang dalam keadaan darurat hingga kehabisan bekal dan hidupnya terancam kematian untuk makan apa saja yang dijumpainya. Meski makanan tersebut diharamkan oleh Allah, namun (dalam kondisi darurat boleh-peny) dimakan sekedar untuk memulihkan tenaganya serta agar tetap hidup. Maka illat bolehnya makan makanan haram adalah untuk menjaga (eksistensi) kehidupan manusia. Dengan mengkaji anggota tubuh yang akan ditransplantasikan, maupun maksud transplantasi maka adakalanya penyelamatan hidup manusia tergantung pada tranplantasi (tentu berdasarkan dugaan kuat) seperti jantung, hati maupun kedua ginjal. Atau ada kalanya tranplantasi anggota tubuh yang tidak berhubungan langsung dengan penyelamatan hidup. Misalnya tranplantasi kornea, atau pupil atau mata secara keseluruhan dari orang yang telah mati. Adapun anggota tubuh -yang diduga kuat- dapat menyelamatkan kehidupan manusia maka illat-nya dalam hal ini tidak sempurna. Karena kadang-kadang berhasil, kadang-kadang juga tidak. Hal ini berbeda dengan illat memakan bangkai; yang secara pasti mampu menyelamatkan hidup manusia. Terlebih lagi bahwa sebagian dari illah cabang (‘illat al-far’u)-dalam hal ini transplantasi-adalah terbebas dari pertentangan (dalil) yang lebih kuat, yang mengharuskan kebalikan dari perkara yang telah ditetapkan oleh ‘illat qiyas. ‘Illat qiyas dalam transplantasi organ adalah untuk memelihara kehidupan manusia-sebagaimana pada kasus makan bangkai. Padahal illat tersebut masih berupa ‘diduga kuat’. Ini bertentangan dengan (dalil) yang lebih kuat yaitu kehormatan jenazah serta larangan menyakiti atau merusaknya. Berdasarkan hal ini tidak diperbolehkan (baca: haram) melakukan transplantasi organ; yang dengan transplantasi tersebut kehidupan seseorang tergantung padanya. Sedangkan transplantasi organ yang penyelamatan kehidupan orang tidak tergantung padanya; atau dengan kata lain kegagalan transplantasi tersebut tidak mengakibatkan kematian, maka illat yang ada pada pokok (‘illah al-ashl) -pemeliharaan terhadap kehidupan manusia-tidak ada. Dengan begitu hukum darurat tidak berlaku disini. Dengan demikian maka tidak diperbolehkan melakukan tranplantasi organ dari seseorang yang telah mati; sementara dia terpelihara darahnya–baik muslim, kafir dzimmi, mu’ahid maupun musta’min-pada orang lain yang kehidupannya tergantung pada (keberhasilan) tranplantasi organ tersebut. Wahai kaum Muslim Inilah hukum syara’ tentang transplantasi organ; selanjutnya muncul pertanyaan: mengapa pembicaran saat ini (difokuskan) terhadap masalah ini juga adanya upaya pemaksaan adanya undang-undang maupun aturan khusus tentang hal itu?!. Sesungguhnya kasus-kasus yang menuntut adanya penyelamatan maupun solusi di Mesir, melalui transplantasi organ-berdasarkan data negara-ada sekitar 50.000 kasus per tahun. Angka tersebut jauh lebih kecil dibandingkan dengan kasus kematian maupun kecelakaan melaui gangguan kesehatan maupun luka pada kecelakaan lalu lintas yang terjadi setiap tahun. Disamping itu buruknya pelayanan kesehatan oleh negara maupun institusi kesehatan merupakan salah satu faktor yang sangat dominan, yang memberikan kontribusi pada buruknya tingkat kesehatan sebagian besar anggota masyarakat. Terlebih lagi bahwa pelayanan kesehatan maupun pengobatan yang layak, hanya dapat dijangkau oleh orang-orang yang mampu atau orang kaya saja. Jadi, walaupun tersedia anggota tubuh yang diperlukan oleh si sakit, tidak akan pernah tersedia dana yang diperlukan untuk mentranplantasikan sekaligus mencangkokkan (organ) tersebut. Dengan begitu kita dapat melihat bahwa pemberlakuan aturan-aturan tersebut untuk mentransplantasikan anggota tubuh adalah untuk membantu orang-orang kaya serta orang-orang yang berpengaruh di masyarakat. Sebagaimana kita juga menyaksikan bahwa Barat yang kafir itu, telah menguras kekayaan serta sumber alam negeri kalian melalui agen mereka: para penguasa penghianat. Mereka ingin menjual serta memanfaatkan anggota tubuh kalian ketika masih hidup maupun setelah mati. Lalu siapa yang dapat mencegah industri kesehatan raksasa Amerika maupun Eropa dalam mengatur jual-beli anggota (tubuh) di Mesir dan juga aktifitas bank-bank khusus untuk itu?!. Wahai kaum Muslim Sungguh kami menyeru kalian untuk bertahkim pada syariat Allah dalam seluruh urusan kehidupan, serta melakukan aktifitas untuk memenangkan agama-Nya dan meninggikan panji Islam. Hal itu dilakukan dengan menegakkan negara Islam-Daulah al-Khilafah-yang Allah wajibkan atas pemimpinnya-Khalifah kaum Muslim-untuk mengatur urusan masyarakat serta mengatur urusan mereka berdasarkan Islam. Disamping bekerja keras untuk merampas (mengambil alih) harta rakyat dan kekayaan negeri yang dikangkangi oleh Barat kafir dan agen-agennya. Allah Swt berfirman: Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kamu (TQS. Al-Anfal [8]: 24)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar